Selasa, 30 Agustus 2016

Edisi Kangen Makanan Masa Kecil

Sejak usia 0-18 tahun saya tinggal di desa. Di desa tempat tinggal kami hampir semuanya masih alami. Sampai sekarang pun masih terasa asrinya. Berjarak sekitar 20meter di belakang rumah kami terdapat sungai kecil dan hamparan sawah yang sangat luas. Menjadi pemandangan menarik dan hiburan tersendiri bagi kami anak desa. 

Saat musim kemarau kami anak-anak desa asyik bermain di sungai, berlomba-lomba mencari ikan-ikan kecil, dan udang air tawar. Yup, sepuluh tahun ke belakang sepanjang ingatan saya semuanya masih sangat alami. Kita bisa dengan mudah menemukan ikan kecil atau udang dibawah batu. Macam peribahasa saja ada udang dibalik batu hehehe. Kalo sudah lihai dengan tangan kosongpun kami dapat menangkap udang-udang tersebut. Rasanya bagaimana pada saat itu? Sungguh, betapa girangnya pada saat itu.

Waktu masih duduk di sekolah dasar aku juga sering ikut orang tua ke sawah. Iya, karena waktu kecil sebelum ayah beralih profesi menjadi pedagang beliau menggarap sawah milik kakek. Sawah yang ayah garap berada di pinggir rel kereta api persis. Aku sudah terbiasa berlari-lari di pematang sawah, duduk-duduk di pinggir pematang sawah menunggu kereta api lewat. Pada masa itu kereta api pembawa minyak pun kadang masih ada penumpang yang nekat naik kereta tersebut. Padahal sudah jelas itu bukan kereta untuk penumpang. Betapa bahayanya mereka yang nekat naik kereta pembawa minyak tanpa memikirkan keselamatan mereka sendiri. 

Di pinggir pematang sawah biasanya ayah menanam pohon talas. Hampir setiap petani di desa kami memanfaatkan pematang sawah untuk ditanami tanaman lain seperti kedelai,talas, dan kacang panjang. Aku masih ingat, mama bernah menukar talas dengan beberapa butir telur bebek kepada peternak bebek. Jika tidak benar dalam mengolah terkadang talas memang terasa gatal. Talas yang dipanen diolah menjadi aneka makanan. Beberapa contoh olahan talas seperti keripik talas, gethuk, talas rebus, atau digoreng dan dibumbui gula. Membayangkannya membuat air liur menetes.

Setelah lulus smk dan  menjadi anak kos (walaupun aku kerja di Puwokerto namun aku tinggal di kos karena jarak tmpt kerja yang lumayan), aku sudah tidak pernah lagi bermain ke sawah. Berasal dari desa kemudian menjadi anak kos, aku menjadi anak yang apa-apa penasaran. Sejak di kos aku suka diajak teman-teman makan makanan yang sebelumnya tidak pernah aku makan. Seperti burger, kebab, hotdog, dimsum, ayam krispi yang terkenal itu. Makanan ala-ala barat hampir semua kami cicipi. Lidah ini menjadi familiar dengan makanan-makanan tersebut, dan sudah jarang sekali mengecap makanan-makanan tradisional khas desa tempatku tinggal.

Sekitar tiga minggu yang lalu aku bersama suami membeli keripik talas di swalayan. Satu plastik sedang (dan tidak penuh) harganya Rp. 6.000,-. Rasanya asin, gurih dan sungguh nikmat. Sekali hap langsung habis keripik tersebut. Ternyata dibuat lauk juga enak. Jadi terngiang-ngiang pengen membuat keripik talas sendiri. Namun semenjak ayah meninggal dan mama tidak menggarap sawah lagi, kami sudah jarang menikmati olahan talas. Sepertinya di desa kami juga sudah mulai jarang petani yang menanam talas. Teman-teman pernah merasakan seperti saya? Kangen makanan masa kecil..boleh di share ya..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar